Jangan Pelit

Jangan Pelit........
19-2-20



Diakhir pembelajaran kelas IX, seorang musyrif (pembimbing santri putra) menemui istri saya.
" Umi....ini uang saya kembalikan lagi" kata musyrif.
" Uang apa ini pak ustadz ?.. banyak sekali" timpal istri penuh keheranan.
" Ini uang yang setiap bulan umi titip ke saya " kata musyrif.
" Ko... banyak sekali" timpal istri.
" Raju... jarang minta jajan...." Jawab musyrif.
" Oh gitu....makasih ya ustadz " timpal istri.
Saya tidak tahu kenapa putra kedua jarang jajan, mungkin sudah merasa enak dengan makan yang disediakan oleh pondok. ya itulah sifat anak-anak beda-beda. Atau mungkin dia punya uang lain karena kalau dia pulang kemudian mau berangkat lagi biasanya selalu dapat uang dari nenek, adik dan saudara yang lain. Karena dilingkungan saya memberikan kepada anak yang mau menuntut ilmu kepondok sering ngasih uang penyemangat.
Sekarang putra kedua saya sedang menuntut ilmu di pondok modern Gontor pusat.Alhamdulillah, sudah dua tahun disana dan dia aktif difutsal dan kesenian marawis. Sudah dua tahun berturut-turut dia selalu terpakai mengisi pentas seni. karena belum ada santri yang bisa menggunakan alat darbuka. Namanyapun dikenal dikalangan ribuan santri .
Beda pondok beda keadaan, dahulu ketika dirahmaniyah dia selalu menyesihkan, kini digontor hampir setiap Minggu ada saja kegiatan yang berbayar. Oleh karena itu saya harus mentransfer berapapun yang dia minta.
" Assalamualaikum, umi ini Raju..." Kata Raju.
" Waalaikumussalam, ya tong ada apa ?" Timpal istri.
" Maaf ya umi, sepertinya Raju boros yaa" kata Raju dengan rasa malu.
" Tidak tong, tidak kenapa minta aja yang Raju mau" timpal istri.
" Iya umi, Raju mau bayar kegiatan di konsulat " kata Raju.
" Iya udah nanti Aa Fathur yang transfer... belajar yang rajin dan jangan lupa muroja'ah" timpal umi.
" Iya umiiiii.... makasih... assalamualaikum..." Timpal Raju.
" Waalaikumussalam,....." Timpal istri.
Padahal ketika itu saya sedang terbaring dirumah sakit antara hidup dan mati, tetapi keluarga menutupi agar dia konsen belajar. suatu hari dia videocall ke uminya.
" umi dimana....ko seperti di rumah sakit, siapa yang sakit ?" kata Raju.
" Iya, tong.....cing Mia....umi lagi nemenin" jawab istri sambil menjauh dari saya.
" oh......" timpal Raju.
Hampir lima bulan saya di rumah sakit, anakku belum tahu kondisi saya. Setiap 6 bulan sekali dia pulang. Setelah dia pulang dan sudah dirumah baru dikabari bahwa saya sakit. Keesokan harinya dia datang kemudian mengambil tangan saya untuk menciumnya sambil menangis, sayapun ikut larut, kenapa? Karena saya belum pernah mendampinginya. Waktu pengumuman santri baru umi,kakak dan adiknya yang datang, sementara saya disekolahan mengurusi raport siswa.
Alhamdulillah, istri tegar dan selalu memberi semangat untuk anak-anak. Kata istri duit bisa dicari. Tidak pernah mengatakan tidak ada uang ketika berurusan dengan pendidikan anak. Begitu juga kepada putra pertama segala pasilitas pendidikan dicukupi. Ya, memang besar biaya pendidikan sampai saya harus pinjam uang untuk membiayai anak.
Saya teringat pesan guru ngaji " Jangan pelit untuk pendidikan, seberapa besar yang kita keluarkan untuk pendidikan, dia akan kembali berkali-kali lipat dari apa yang dikeluarkan".
Alhamdulillah, terbukti anak pertama telah menghadiahkan sebuah mobil keluaran terbaru untuk saya kesekolah. Oleh karena itu jangan pelit kepada anak terutama dalam pendidikan.
Mari kita hantar anak-anak kependidikan yang berkualitas dan berkarakter. Siapa yang menanam kebaikan, maka dia pula yang menikmati hasilnya.

0 komentar:

Posting Komentar