Setiap tahun group pengajian yang aku pimpin suka mengadakan acara di luar. Pernah liburan ke puncak Bogor. Untuk tahun ini rencana ke rumah salah satu guru yang pernah mengajar di MTs. Beliau tinggal di daerah Banten tepatnya di kampung Cikoromoi. Tidak jauh dari rumah guruku ada tempat wisata Batu Qur'an. Aku dan murid-murid pengajian pernah berkunjung dan melihat Batu Qur'an tersebut. Lokasinya agak di bawah. Jika ingin ke Batu Qur'an harus turun ke bawah. 

Aku hanya ingin mengetahui apa si sebenarnya batu Qur'an. Sesampainya di sana aku melihat batu yang berada di tengah kolam dengan air yang sangat jernih. Aku perhatikan dari pinggir kolam. Ada tulisan berbahasa Arab, tapi agak kurang jelas tulisannya. Sehingga aku sulit membacanya.

Ada petugas wisata yang menjelaskan, jika menyelam dan mengelilingi batu Qur'an selama tujuh puturan sama dengan mengelilingi tujuh kali Ka'bah di Mekah. Aku hanya tersenyum saja dan tidak percaya apa yang dijelaskan petugas di sana.

Sebelah kanan dari batu Qur'an ada tempat seperti musala. Aku pikir makam ulama, tapi hanya sekedar petilasan saja. Aku hanya lihat dari jauh saja.

Sebelum ke rumah pak ustaz, aku ke daerah Banten lama untuk ziarah ke masjid Banten dan makam para raja-raja Banten. Aku hanya salat di masjid dan berdoa di makam.

Namun sangat disayangkan banyak peminta-minta yang memaksa, anehnya bukan orang tua, tapi masih anak-anak. Mereka banyak sekali. Jika kita kasih satu, maka yang lainnya menyerbu.

Suatu pemandangan yang memilukan dan seolah-olah adanya sebuah pembiaran dari orang tua dan pemerintah setempat. Secara tidak langsung mereka sedang mendidik anak-anak menjadi seorang peminta dan pemalas. Pernah suatu hari aku temui ternyata yang meminta itu anak-anak dari para pedagang di area wisata itu. Itulah potret buruk tempat-tempat wisata yang berbau religi. 

Setelah puas ziarah aku dan murid-murid pengajian berkunjung ke rumah guruku. Beliau adalah guruku ketika aku sekolah di MTs. Beliau keluar dari sekolahku ingin hijrah ke luar negeri. Ternyata beliau tidak jadi hijrah karena tertipu oleh orang yang mengurusi administrasinya. Mau kembali ke sekolah lagi malu. Akhirnya beliau banting setir menjadi kuli bangunan.

Karena tidak biasa kerja keras dan biasanya megang kapur tulis di sekolah, sekarang harus pegang cangkul bawa batu bata dan barang kasar lainnya, maka tangannya sampai lecet-lecet. Hari-hari penuh kelelahan kerja beliau alami demi untuk menyambung hidup beliau dan keluarganya.

Suatu hari sang majikan ngobrol dengan beliau dan majikan tertarik karena penampilan beliau tidak seperti para kuli lainnya. Beliau itu ganteng putih bersih, kalem dan tutur bahasanya baik.
"Mas, ke sini sebentar," panggil majikan.
"Maaf pak, saya yang bapak maksud," ucap beliau.
"Iya, kamu mas."

Beliau langsung menuju ke majikan.

"Silahkan duduk."
"Terima kasih pak."
"Begini, aku perhatikan mas ini baru pertama kali kerja, terlihat dari penampilan mas."
"Betul pak, tadinya saya seorang guru agama."
"Oh, guru! Kenapa sampai menjadi kuli?"
"Ceritanya panjang pak. Saya tertipu oleh teman yang mengurusi keberangkatan saya dan keluarga ke luar negeri. Akhirnya saya tidak punya pekerjaan, sementara keluarga butuh makan. Maka itu, saya kerja serabutan."
"Sudah begini saja, saya punya anak-anak yatim silahkan mas asuh tentang ibadahnya dan ilmu keagamaannya. Mas tinggal di sana. Nanti biaya dari saya."
"Terima kasih pak, saya siap."

Keesokan harinya beliau berangkat ke daerah Banten. Beliau mengajar ngaji para santri yatim-piatu. Tetiba rumah yang di tempati oleh anak-anak santri banyak burung-burung walet membuat sarang. Rumah pun dipagar oleh tembok tinggi untuk berkembang biak burung walet. Keuntungan di bagi dua. Sementara santri pindah ke rumah sebelahnya.

Beliau di samping mengajar ngaji juga aktif pada kegiatan masyarakat setempat sehingga namanya terkenal di daerah tersebut. Jika ada yang berkunjung untuk ke rumah beliau, cukup bilang nama beliau. Maka masyarakat pasti akan menunjukkan rumahnya.

Aku diterima dengan baik oleh beliau dan keluarganya dan beliau ternyata masih kenal denganku. Aku di terima di rumah beliau yang bersebelahan dengan asrama anak yatim. Aku dan murid-murid tidur di asrama anak yatim. Udaranya masih asri dan sejuk. Air pun masih mengalir dengan jernihnya.

Kebetulan sebelah kanan dari rumah terdapat perbukitan sehingga udara malam hingga pagi cukup terasa di puncak Bogor.
Ketika waktu subuh tiba, aku dan murid-murid salat subuh di Musala. Musala lokasinya agak naik ke atas di belakang rumah ustaz. 

Ketika mengambil wudhu airnya dingin sekali. Cukup menggigil dibuatnya tubuhku. Air yang langsung mengalir dari mata air perbukitan.

Azan subuh sudah cukup lama dikumandangkan, sementara jamah tidak ada yang mau iqomah. Akhirnya ada jamaah.
"Pak ayo kita mulai saja," perintah jamaah.
"Jangan saya pendatang, nanti tidak sopan," ucapku 
"Tidak apa-apa pak."
"Ya, sudah kalau diizinkan."

Akhirnya aku maju memimpin salat subuh. Setelah aku salam dan berbalik menghadap makmum untuk wiridan. Aku lihat di barisan shap ada ustazku. Beliau terlambat datang. Ketika aku sudah takbiratul ihram, ustaz baru datang.

"Pak ustadz, maaf saya yang mimpin salat," ucapku.
"Tidak apa-apa, kebetulan saya tadi agak mules, jadi agak lambat datangnya. Terima kasih sudah memimpin," jelas ustaz.

Usai salat aku dan murid-murid kembali ke asrama. Kegiatan pagi hanya jalan-jalan di lingkungan sekitar. Lalu mandi dan sarapan pagi. Usai sarapan pak ustaz saya minta untuk memberikan tausyiah kepada aku dan murid-murid.

Perut sudah kenyang batinpun sudah diisi. Aku dan murid-murid pamitan untuk pulang ke Jakarta. Sebelum berpisah ada sedikit cindera mata dari aku dan murid-murid untuk pak ustaz dan para santri. Selanjutnya aku dan murid-murid pamitan.