Ketika Siswa Lebih Pintar dari Guru
Suharto,M.Pd
Suharto,M.Pd
" Kenapa guru lebih pintar dari murid ?...karena guru lebih dahulu belajar dari murid". Kalimat ini pernah saya dengar ketika saya jadi murid. Mungkinkah suatu saat murid lebih pintar, lebih cerdas, lebih lihai, lebih tegas dari gurunya?... jawabannya bisa mungkin bisa tidak.
Bisa mungkin, di dunia ini apasih yang tidak mungkin?... Hidup laksana roda, satu saat kita berada diatas pada saat yang lain kita berada dibawah. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Suatu saat hal itu terjadi pada diri kita. Jika murid belajar dengan berbagai macam sumber dan bacaannya melebihi gurunya.
Suatu hari saya mengikuti pelatihan jurnalis, saya bertemu murid menjadi peserta pula, ketika diberikan sebuah gambar oleh Nara sumber untuk memberikan sebuah narasi, apa yang terjadi?...saya kalah pinter dengan murid. Begitu juga ketika saya mengeluarkan sebuah statement permasalahan kepada teman-teman guru kebetulan ada guru saya, maka guru saya tidak sependapat. Setelah saya sodorkan fakta dan saya suruh baca sendiri guru saya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebelum sakit, saya berguru kepada tiga ulama dengan kitab yang berbeda, secara kebetulan topiknya sama, mereka berbeda pendapat berdasar kitab yang dibaca. Kenapa terjadi demikian?.... karena guru yang satu sumbernya banyak. Begitu juga dengan kita kalau murid lebih banyak belajar dan sumber bacaannya melebihi kita, boleh jadi murid lebih pintar dari gurunya.
Bisa jadi murid lebih pintar, kenapa bisa terjadi ?... Jawabannya sederhana karena gurunya jarang baca buku - coba introspeksi diri dalam satu tahun berapa buku yang sudah kita baca - dan males untuk belajar lagi serta enggan mengupdate hal-hal yang mutakhir atau hanya puas dengan gelarnya. Padahal kata menteri pendidikan pak Nadiem Anwar Makarim " Gelar tidak menjamin orang itu pintar". Saya pikir sah-sah saja pendapat ini, karena sebagian orang belajar hanya mengejar gelar. Bahkan yang lebih parahnya belajar tidak ijazah punya.
Apakah hina atau harga diri kita turun ketika berguru kepada murid kita?.... Suatu hari dikantor saya ada sebuah unit komputer. Dari sekian guru yang ada hanya satu orang guru yang bisa.Saya sendiri belum bisa, saya memberanikan diri untuk mencoba belajar otodidak, saya baca buku kemudian saya mencoba untuk belajar, ditengah sedang asik nya belajar ada yang tidak paham, saya mau bertanya kepada teman-teman tidak pada bisa, akhirnya ada murid yang lewat dan saya minta diajarkan. Alhamdulillah, karena mau mencoba dan terus belajar akhirnya bisa. Jika ada kemauan pasti ada jalan.
Di daerah saya ada seorang guru ngaji yang berguru kepada muridnya. Ketika anak itu masih kecil si anak itu mengaji kepada seorang guru sampai si anak tamat mengajinya. Setelah tamat si anak itu dikirim keberbagai pondok pesantren, selepas mondok si anak tersebut menjadi ulama dan mengajar di daerahnya, tahu tidak sahabat,...salah satu murid yang diajar adalah gurunya sendiri. Subhanallah,....... lihatlah apa yang dia katakan, jangan melihat siapa yang berkata.
Ya, begitulah kalau kita puas dengan keadaan tanpa mau meningkatkan kualitas diri, suatu saat kita akan tergilas dengan zaman. Semakin kedepan kehidupan serba menggunakan teknologi, jika kita tidak mempersiapkan diri. Kita hanya jadi penonton. Kalaulah ini semua dapat dikuasai murid sementara kita berpuas diri pada zona nyaman, bisa jadi murid lebih pintar dari gurunya.
Bisa mungkin, di dunia ini apasih yang tidak mungkin?... Hidup laksana roda, satu saat kita berada diatas pada saat yang lain kita berada dibawah. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Suatu saat hal itu terjadi pada diri kita. Jika murid belajar dengan berbagai macam sumber dan bacaannya melebihi gurunya.
Suatu hari saya mengikuti pelatihan jurnalis, saya bertemu murid menjadi peserta pula, ketika diberikan sebuah gambar oleh Nara sumber untuk memberikan sebuah narasi, apa yang terjadi?...saya kalah pinter dengan murid. Begitu juga ketika saya mengeluarkan sebuah statement permasalahan kepada teman-teman guru kebetulan ada guru saya, maka guru saya tidak sependapat. Setelah saya sodorkan fakta dan saya suruh baca sendiri guru saya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebelum sakit, saya berguru kepada tiga ulama dengan kitab yang berbeda, secara kebetulan topiknya sama, mereka berbeda pendapat berdasar kitab yang dibaca. Kenapa terjadi demikian?.... karena guru yang satu sumbernya banyak. Begitu juga dengan kita kalau murid lebih banyak belajar dan sumber bacaannya melebihi kita, boleh jadi murid lebih pintar dari gurunya.
Bisa jadi murid lebih pintar, kenapa bisa terjadi ?... Jawabannya sederhana karena gurunya jarang baca buku - coba introspeksi diri dalam satu tahun berapa buku yang sudah kita baca - dan males untuk belajar lagi serta enggan mengupdate hal-hal yang mutakhir atau hanya puas dengan gelarnya. Padahal kata menteri pendidikan pak Nadiem Anwar Makarim " Gelar tidak menjamin orang itu pintar". Saya pikir sah-sah saja pendapat ini, karena sebagian orang belajar hanya mengejar gelar. Bahkan yang lebih parahnya belajar tidak ijazah punya.
Apakah hina atau harga diri kita turun ketika berguru kepada murid kita?.... Suatu hari dikantor saya ada sebuah unit komputer. Dari sekian guru yang ada hanya satu orang guru yang bisa.Saya sendiri belum bisa, saya memberanikan diri untuk mencoba belajar otodidak, saya baca buku kemudian saya mencoba untuk belajar, ditengah sedang asik nya belajar ada yang tidak paham, saya mau bertanya kepada teman-teman tidak pada bisa, akhirnya ada murid yang lewat dan saya minta diajarkan. Alhamdulillah, karena mau mencoba dan terus belajar akhirnya bisa. Jika ada kemauan pasti ada jalan.
Di daerah saya ada seorang guru ngaji yang berguru kepada muridnya. Ketika anak itu masih kecil si anak itu mengaji kepada seorang guru sampai si anak tamat mengajinya. Setelah tamat si anak itu dikirim keberbagai pondok pesantren, selepas mondok si anak tersebut menjadi ulama dan mengajar di daerahnya, tahu tidak sahabat,...salah satu murid yang diajar adalah gurunya sendiri. Subhanallah,....... lihatlah apa yang dia katakan, jangan melihat siapa yang berkata.
Ya, begitulah kalau kita puas dengan keadaan tanpa mau meningkatkan kualitas diri, suatu saat kita akan tergilas dengan zaman. Semakin kedepan kehidupan serba menggunakan teknologi, jika kita tidak mempersiapkan diri. Kita hanya jadi penonton. Kalaulah ini semua dapat dikuasai murid sementara kita berpuas diri pada zona nyaman, bisa jadi murid lebih pintar dari gurunya.
betul, saya sendiri mnegalami ketika satu kelas dengan guru saya hehehe
BalasHapusmakasih bang
HapusYes! Keren semangat terus Pak Harto
BalasHapusmakasih pak
HapusHebat Pak
BalasHapusMakasih pak
HapusSiiip Pa Harto..... marilah kita semua untuk bersama2 menguatkan niat dan semangat kita untuk menjadi guru yang melek IT dan menjadi guru yang dinamis dan inovatif....
BalasHapusBetul bgt om jay..kerenn
BalasHapusMakasih atas apresiasinya
HapusTetap semangat...tetap berkarya pak
BalasHapusMakasih motivasinya bunda
HapusCocok, sekali kemarin bln September dan Januari aku belajar menulis di Bojonegoro. Yg jd Nara sumber Bu EMI SUDARWATI Pemenang Inobel.Nasional juara 1 ( murid sy SMP N I Kedungpring LA)
BalasHapusMakasih udah mampir bunda
HapusMenyentuh banget tulisan nya,
BalasHapusMakasih atas apresiasinya.
HapusBenar adanya...
BalasHapusSaya sendiri saat ini mengajar berteman dengan murid saya SMP dulu.
Murid saya saat ini juga sama2 instruktur juga.
Penguasaan IT nya mantaap, saya mau tak mau harus belajar pada murid saya. He he he . . .
Saya 23 tahun mengabdi di desa pada sekolah yg sama.
Saat ini ada 6 mantan murid saya yang menjadi rekan kerja saya.
Dari Satpam, Pegawai, Penjaga Perpustakaan, dan guru.
Saya tetap percaya diri, jika ada yg tak paham. Saya minta tolong pada mereka. He he he . . . .
Mantap, makasih atas apresiasinya
HapusMemang byk terjadi skrg ini. Murid sdh jd guru dan sekarang guru berguru pada murid.
BalasHapusMantap, makasih
Hapusjadi guru itu harus belajar sepanjang hayat, https://membangunpersonalbranding.blogspot.com/2020/04/menulis-tanpa-ide-bersma-budiman-hakim.html
BalasHapusMakasih bang
HapusIya, yah. Semakin lama semakin bodoh rasanya. Tidak pernah update ilmu saya. Terimakasih pak harto
BalasHapusMakasih juga atas kunjungan nya
HapusBetul pak.. Mka tidak sehatusnya kita puas dengan keafaan saat ini.kita hrs bekajar dan terus belajar..
BalasHapusSemangat pak..
Makasih mari terus untuk belajar
Hapusiyep...setuju. maka seorang guru harus tetap belajar dan belajar. tuntutlah ilmu sampai di akhir hayat.
BalasHapusMakasih bunda
HapusBetul sekali pak,,kalau difikirkan memang siswa lebih pintar daripada guru,,siswa dituntut untuk bisa menguasai banyak mapel, sementara guru cukup 1 mapel,
BalasHapusIya ya.... betul.makasih
HapusSaya senang jika murid saya lebih pintar dari saya, bukankah sebagai seorang guru itu yang kita harapkan. *btw segera lekas sembuh pak.
BalasHapusMakasih
HapusGurunya yg keren, mencetak siswA lbh cerdas
BalasHapusYa, betul bunda
HapusKalau ada murid yang lebih pandai dari guru nya .sebagai.gurunya saya bangga.kalau ada murid saya yang kemudian jadi teman atau kolega saya saya tidak.melihatnya sebagai.pesaing.kita akan berkolaborasi.terutama kaitannya dengan IT.anak.anak.kita lebih cepet belajarnya dari kita, yang penting kita mau belajar dan positif thingking saja
BalasHapusMantap ....mksh
Hapusyups....., banyak murid yang sudah menjadi rekan sejawat. Saya dulu juga canggung saat mengikuti lomba tingkat provinsi bersaing dengan guru SMP.
BalasHapusBetul....yg kita terus mau belajar
HapusTidak menunggu waktu, hal itu sudah banyak terjadi,.. dan tak heran lagi pada era milenial ini/
BalasHapusYang penting kita terus berusaha dari zona nyaman
HapusSip. Jangan pernah malu untuk belajar pada siapa pun bahkan yang lebih muda dari kita.
BalasHapusMantap....setuju
HapusBetul. Saya juga pernah. Saya tidak pintar tapi ada kesempatan, saya dipercaya berdiri di depan menyampaikan materi. Pesertanya malah paman saya sendiri.
BalasHapusMantap... terus berkarya
Hapus